Thursday, April 5, 2007

Kesulitan Belajar


Deteksi Kesulitan Belajar Sejak Dini
Pikiran Rakyat
Minggu, 08 Mei 2005



UJIAN erat kaitannya dengan proses belajar. Bila dikaji, ujian merupakan bagian dari rangkaian pembelajaran. Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar, akan terukur melalui hasil ujian.

Kata dr. Kusnandi Rusmil, Sp.Ak, staf bagian ilmu kesehatan anak RSHS, kesulitan belajar pada anak merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orang tua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah.

Kesulitan belajar pada anak, lanjut Kusnandi, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak tersebut.

"Dalam belajar, yang terpenting dipersiapkan adalah memori. Kesiapan memori sangat dipengaruhi oleh maturitas susunan saraf yang berfungsi dengan baik. Juga lingkungan yang mendukung, seperti penyediaan makanan untuk memenuhi semua tahap perkembangan anak dan rangsangan tumbuh kembang," ujarnya.

Disarankan agar pemberian stimulus dilakukan pralahir dan sesudah lahir. Yakni sejak janin berusia 12 minggu hingga menjelang lahir, dan setelah lahir sampai anak berusia 18 bulan. Periode pascalahir sampai usia 18 bulan merupakan waktu terbaik. Tapi, hasilnya akan lebih baik lagi bila stimulus diberikan pra dan pascalahir. Hasilnya bisa 75-90 persen.

Proses pembentukan kecerdasan selanjutnya adalah ketika anak berusia 4 tahun. Tapi, bukan berarti antara usia 18 bulan sampai 4 tahun anak tidak perlu diajari. Anak usia 4 tahun sudah bisa memanfaatkan otaknya dengan baik. Agar kedua belah otaknya berfungsi optimal, pada usia ini perlu diberi latihan-latihan yang bisa merangsang fungsi otak.

Pada dasarnya perkembangan otak anak sangat dipengaruhi oleh; Pertama, keadaan otak anak beserta susunan syarafnya yang diwarisi dari orangtua. Kedua, perubahan-perubahan di dalam atau kerusakan pada pusat susunan syaraf yang dibedakan cedera atau penyakit, sebelum atau sesudah lahir. Ketiga, pengaruh lingkungan dan pengalaman anak terhadap otak anak.

Riset-riset di bidang kedokteran menunjukkan, sebagian besar anak-anak mempunyai problem tingkah laku. Mereka mengalami kerusakan otak ringan. Biasanya anak-anak ini mempunyai taraf kecerdasan normal atau di atas normal. Tetapi karena kesulitannya dalam pengamatan dan karena tingkah lakunya, mereka biasanya sulit belajar membaca dan kemampuan kecerdasannya tidak berkembang penuh. "Deteksi dini gangguan belajar dapat kita lakukan dengan mengetahui gangguan perkembangan pada anak, terutama gangguan perkembangan bahasa dan berbicara," kata ayah 2 orang anak ini.

Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini sekolah. "Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah," jelas Kusnandi.

Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak. Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor risiko terjadinya kesulitan belajar.

Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan usianya.

Ada tiga kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar anak mengalami proses tumbuh kembang optimal. Tiga kebutuhan itu meliputi kebutuhan fisik atau biomedis, kebutuhan emosi atau kasih sayang dan kebutuhan stimulasi atau pendidikan.

Kebutuhan fisik, dapat dipenuhi apabila anak mengonsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan umurnya, pemantauan tumbuh kembang, pemeriksaan kesehatan, pengobatan, rehabilitasi, imunisasi, pakaian, pemukiman yang sehat dan lain-lain.

Kebutuhan emosi, meliputi segala bentuk hubungan yang erat, hangat dan menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar bagi perkembangan selanjutnya. Sedangkan kebutuhan stimulasi atau pendidikan, meliputi segala aktivitas yang dilakukan yang memengaruhi proses berpikir, berbahasa, sosialisasi, dan kemandirian seorang anak.

Bermain bagi anak merupakan upaya memenuhi tiga kebutuhan tersebut sekaligus yaitu kebutuhan fisik, emosi dan stimulasi/pendidikan. Bahkan bermain bagi anak usia balita merupakan salah satu intervensi penting untuk mengurangi dampak menurunnya IQ pada balita yang mengalami gangguan gizi ketika bayi, khususnya apabila intervensi pemberian makanan bergizi terlambat dilakukan.***

No comments: